Kenapa Gue Bakal Kangen Sama Asrama?

Rabu, April 29, 2015 Unknown 0 Comments



        Buat kalian yang udah pernah ngerasain tinggal bareng temen-temen di asrama, pasti pernah mengalami perasaan kaya gini juga. Iya, saat lo tau akan pisah sama temen-temen yang tiap hari tinggal bareng, yang menertawakan lo ketika susah, tapi tetep ikut seneng juga ketika lo seneng. Di situ pasti muncul rasa yang ga bisa digambarkan dengan kata-kata.
“Kayaknya ini masak Mie bareng terakhir kita di sini”, cetus salah satu temen gue, sebut saja dia Agus, disela-sela berkumpulnya kami untuk menyantap makanan pamungkas di akhir bulan, Mie Instan.
Ada perasaan ga enak, tapi ga gue bilang. Tiba-tiba terlintas di kepala gue kereta malam moment-moment yang pernah kami lakukan bersama di tempat ini. Bukan... bukan itu. Mulai dari hal paling konyol sampe curhat-curhatan hampa seputar tragedi sehari-hari yang mengenaskan di kampus, yang selalu ditimpali dengan bercandaan dan sama sekali ga memberikan solusi buat masalah-masalah itu, tapi ga jarang buat kita semua ketawa.
Gue jadi inget waktu pertama kali dateng ke tempat ini, “Apa gue bakal betah di sini?”, “Tempatnya kayanya ga nyaman”, “Kaya gimana ya temen sekamar nanti? Mudah-mudahan mereka ga suka sama gue”, itu beberapa hal yang ada di benak gue saat itu. Memang, ini pertama kalinya buat gue untuk tinggal bersama orang yang sama sekali ga gue kenal sebelumnya. Tapi gue coba buat jalani semuanya. 
Sore itu, di awal kedatangan gue ke tempat ini, adalah sore yang cerah. Setelah mengeluarkan bergalon-galon keringat, dan memikul koper sejauh puluhan meter, tergopoh-gopoh dan lolos dari ranjau yang tersebar sepanjang jalan, akhirnya gue sampai di tempat mengerikan ini.

Foto tanggal 17/06/2014


Ya, Asrama itu bernama Kidang Pananjung. Segera setelah sampai, gue langsung check in #tsaah. Kemudian diberitahu kalau salah satu temen sekamar gue, Agus, udah dateng dua tahun lalu.
"Gila, ngapain dia nunggu dua tahun di tempat kayak gini," pikir gue. Ngga, itu cuma bercanda. Ketika gue baca di daftar hadir, dia berasal dari Pare. Kegoblokan gue terus membawa pikiran ini menjadi liar. Saat itu, gue kira, tempat bernama Pare itu adalah lokasi dengan tulisan “Pare-pare” yang gue liat di peta pulau Sulawesi bagian selatan ketika Sekolah dulu.
Sambil jalan, otak ini terus berputar memikirkan kalimat apa yang harus pertama gue ucapkan untuk mengantisipasi makhluk dari luar pulau jawa tersebut. Salah ucap dikit, bisa-bisa gue diculik dan di bawa ke kampungnya buat direbus di kuali raksasa. Alangkah terkejutnya gue saat dia menjawab sapaan dan tanya gue dengan logat medok khas suku jawa. Dan betapa herannya gue saat dia memberitahu kalau pare itu bertempat di KEDIRI, Jawa Timur! Seketika otak gue yang dari tadi berputar, menjadi semakin kencang putarannya dan ga bisa berhenti.  Gue semakin error dan itu terlihat jelas di raut wajah gue. Untung dia gak tau kalau gue gak tau tentang pare.
Gue coba mengatasi kekakuan diantara kami dengan menanyakan hal-hal ringan, "Udah gosok gigi mas?" tanya gue sambil menutup hidung ketika mulutnya memancarkan semburan gas beracun. Begitupun dia yang coba bertanya ke gue, sementara gue mulai ingin keluar dari kamar itu lantaran gas beracun udah mulai menyebar di kolong-kolong tempat tidur dan mengisi paru-paru gue. Tiba-tiba gue jadi inget orangtua, keluarga, dan teman-teman gue di kampung halaman. Apakah begini cara gue mati? Mencium bau mulut teman sekamar yang baru aja kenal beberapa menit yang lalu? Tidak.... Gue harus bertahan hidup. 
      Beruntungnya, tidak berapa lama, seseorang datang dan membuka pintu lebar-lebar.. Udara segar pun berhembus memenuhi ruangan, dan memberikan gue secercah harapan untuk hidup. Orang itu bernama Reza, dia datang dan mengganjilkan jumlah penghuni kamar ini. Reza ini turis dari Blitar, suaranya bulat dan bergema di setiap sudut ruangan seluas 6x6 meter itu, udah kaya raksasa penunggu gua yang ga akan membiarkan gue lolos keluar dari tempat kekuasaannya. Dia memang punya suara khas, itu suara paling mendesah nge-bass yang pernah gue denger secara langsung, seumur hidup gue.
Kami tinggal di tempat ini buat ikut matrikulasi. Gue inget moment itu, 1 bulan paling m*enj*emukan buat kami bertiga. Sampai-sampai kami menempelkan kertas yang sudah ditulisi, mulai tanggal kedatangan sampai tanggal kami pulang nanti. Kertas itu setiap hari kami coret seperti coretan di dinding layaknya manusia purba. Gambarnya ga bisa gue tampilin di sini, karena storagenya ilang ga tau kemana.
Singkat cerita, matrikulasi pun selesai. Banyak banget pelajaran yang bisa gue ambil, walaupun sebagian besar ga bisa gue inget lagi sekarang. Kemudian liburan pun tiba. Ga lama, cuma sekitar dua minggu. Setelah liburan yang tidak lama, damai, dan menenangkan hati, kami semua harus kembali ke tempat ini. Gue cuma bisa berharap, kesibukan pas kuliah nanti bisa membuat gue jadi betah di sini. Memang ga ada korelasinya sih.
Hari berganti hari, siang berganti malam, langit tetap diatas. Kami semua mulai akrab. Gue dapet banyak teman yang beragam di sini, ada yang nge-hit and run dengan kentutnya, ada juga orang yang siang-malam bertapa mengais pengetahuan dari buku-buku demi mendapat cermin sakti (akan gue bahas di posting berikutnya).
     Kamar yang tadinya gelap gulita, penuh coretan dinding manusia gua, kini menjadi semakin akrab di mata dan nyaman di hati. Dua semester sudah kami bersama, dan sekarang, tiba waktunya buat kami berpisah dan meninggalkan tempat ini. Banyak banget hal yang bakal bikin gue kangen banget sama asrama ini.

Apa aja hal-hal itu?




0 komentar: