Tak terikat hingar bingar kehidupan kota. Part 2
Bermain kala itu sangat menyenangkan. Rutinitas sepulang
sekolah, apalagi kalau hari sabtu, akan menjadi ‘main-di-rumah-nanang’ atau nama
lainnya ‘makan-gratis-di-rumah-nanang’. Maka gue dan sepasukan anak-anak
ingusan lainnya bergerombol dan berbaris untuk pergi ke rumah Nanang.
Untuk mencapai rumah Nanang, ada kurang-lebih tiga rute.
Entah setan apa yang merasuki kami waktu itu sehingga memutuskan untuk memilih
jalan yang paling jauh. Jalan itu melewati pematang sawah, dan setelah sawah
yang maha-luas itu kami akan masuk ke daerah kolam pancing yang indah.
Waktu itu, seperti biasa hari cukup terik, kebetulan gue dan
teman-teman baru aja beres olahraga. Inilah saat kami sedang bau-baunya, dan
kami semua akan pergi ke rumah Nanang dengan satu misi: membuat keluarga Nanang
jatuh pingsan karena kebauan kemudian menjarah hartanya sampai habis, huahaha.
Di perjalanan, kami semua berkicau dan ngobrolin hal ga
jelas. Semua ga terasa sampai tibalah waktu yang mendebarkan. Saatnya melewati
pematang sawah.
Ketika itu, sawah baru aja akan dipergunakan kembali,
tanahnya sedang digemburkan dan diisi air lagi. Gue dan temen-temen masih tetap
ceria tertawa dan berdendang. Ada juga yang joget dan dangdutan. Asoy.
Sampai ketika.. ada celah yang melintang diantara pematang
sawah. Jalan kami seperti terpisahkan oleh jurang yang luas. Padahal lebarnya
paling 100 cm. Tapi waktu gue kecil, sungguh tidak berdaya tubuh ini untuk
melewatinya. Satu per satu temen-temen gue loncat dan berhasil. Terinspirasi
dari temen-temen gue, gue mengumpulkan kepedean untuk meloncat.
Tapi apa daya, entah kaki gue menjadi lebih panjang atau celah-pinggiran-antar-sawah-yang-lebarnya-100-cm-an
ini menjadi lebih pendek? Mungkin tanahnya ga suka mau gue loncatin dan dia bergetar-getar
menghindar? gue masih ga paham. Gue berhasil loncat tapi terpeleset karena
tanah tempat kaki gue mendarat tidak stabil. Gue pun dengan sukses terjatuh ke sawah yang penuh lumpur.
Air yang bercampur dengan lumpur merembes dan membasahi badan
gue perlahan-lahan. Gue pun lepek. Kalau ada musuh gue mungkin inilah saat yang
mereka tunggu. Mereka akan datang dan menyobek gue seperti kertas basah. Entah
apa yang gue pikirkan waktu itu, gue merasa sangat damai di hari yang panas
karena lumpur tersebut sangat menyegarkan. Hati gue tentram, tidak terikat oleh
dunia. Terlepas dari hingar-bingar kehidupan kota.
Ehm.
Temen-temen gue segera menertawakan. Setelah puas tertawa,
mereka membantu gue untuk bangkit. Sungguh, seperti itulah yang namanya teman
sejati. Temen kesusahan -> tertawakan -> tolongin. Begitulah alur
penyelamatan oleh teman sejati. Heroik.
Kemudian teman-teman membantu gue bangkit. Kami pun tertawa
bersama-sama, walaupun dalem hati gue agak kesel dan malu abis. Lalu kami
melanjutkan perjalanan, dan sampailah di rumah Nanang. Di sana, seperti biasa
ada makanan dan game, seperti biasa juga ada canda tawa, dan pastinya ada
bahagia.
Gue dan temen-temen selalu mengulang kegiatan tersebut
(kecuali jatuh ke sawah) sebisa mungkin. Main sesering mungkin dan ga ada
bosen-bosennya. Tiba-tiba saja kami ada di penghujung kelas lima dan sebentar
lagi gue dan teman-teman akan naik ke kelas enam. Sangat menyenangkan. Tapi ada
yang aneh, Nanang sudah jarang sekolah. Gue heran, tapi kata vickry dia sedang
sakit. Pernah gue dan teman-teman ingin menjenguk dia tapi gue lupa alasannya,
sampe kami ga pernah merealisasikannya.
Tidak lama, ketika kami akan benar-benar menjenguknya Vickry
berkata ‘Nanang udah pindah’, gue pun heran. Sepertinya gue pernah diberitahu
bahwa Nanang akan pindah dalam waktu dekat, tapi tetap saja gue kaget dan ga
menyangka bahwa akan secepat itu dia pindah. Gue ga tau kenapa dia harus
pindah, tapi itu lah yang terjadi. Sisa satu tahun di SD gue habiskan dengan
bermain bersama-sama teman yang lainnya dan menjalani hidup seperti biasa.
Beberapa tahun setelah kepindahan nanang itu, gue coba cari
Nanang lewat Facebook. Gue merasa, Karena ngetrend harusnya semua orang punya
Facebook. Keyword seperti ‘Nanang’, ‘Nananq’ sampai ‘N4nAnG5eH4tcElLaluh’ gue
coba. Tapi gue ga pernah menemukan sosok Nanang di Facebook. Rumah kontrakan Nanang pun sekarang gue liat udah dihancurkan, karena digantikan bangunan yang lain. Begitupun lapangan yang biasa dipakai bermain. Entah apa yang terjadi sama kebun belakang rumahnya, tapi gue rasa semuanya juga sudah sama sekali berubah. Yang tersisa
sekarang adalah ingatan-ingatan gue yang sedikit kabur, dan kenangan-kenangan
yang memudar.
0 komentar: